Jumat, 24 Mei 2013

Regenerasi pada Hemidactylus frenatus (Cicak)

           Kemampuan regenerasi yang sangat jelas dapat dijumpai pada spons, coelenterata, cacing bahkan banyak diantaranya yang mampu membentuk organisme baru yang berasal dari fragmen-fragmen tubuhnya saja. Vertebrata, kemampuan meregenerasi struktur-struktur utama tubuh terbatas pada Urodella yang dapat mengganti anggota badan atau ekor yang hilang. Beberapa Icertulia yang dapat meregenerasi bagian ekor yang hilang seperti kecebong (Adnan, 2007).
           Regenerasi bila ditinjau lebih lanjut , ternyata terdiri dari berbagai kegiatan, mulai dari pemulihan kerusakan yang parah akibat hilangnya bagian tubuh utama, misalnya anggota bagian badan sampai pada penggantian kerusakan kecil yang terjadi dalam proses biasa, yaitu rontoknya rambut. Regenerasi dapat juga berbentuk sebagai poliferasi dan deferensiasi lebih sel-sel lapisan marginal. Berupa berbagai penimbunan sel-sel yang nampak belum mengalami diferensiasi pada luka tersebut disebut blastama yang akan berpoliferasi dan secara prosesif membentuk bagian yang hilang. Blastama dapat berasal dari sel cadang khusus atau neoblast sel-sel intertisial yang bermigarsi ke tempat asal luka (Sugianto, 1996).
           Setiap spesies mempunyai susunan perilaku yang spesial dan adaptasi fisiologi untuk memperkecil atau mengganti kerusakan pada banyak akibat negatif. Salah satu langkah yang paling penting dari suksesnya
           Menurut Adnan (2007), bahwa regenerasi merupakan suatu peristiwa yang terjadi atas beberapa tahap yaitu :
  1. Penyembuhan luka.
  2. Penyembuhan jaringan.
  3. Pembentukan blastoma.
  4. Morfologi dan redeferensiasi.
          Menurut Yatim (1993), bahwa proses regenerasi sebagai berikut :
  1. Darah mengalir menutupi pernukaan luka lalu membentuk scap yang sifatnya melindungi.
  2. Epitel kulit menyebar di permukaan luka di bawah scab sel epitel bergerak secara nuboid. Butuh waktu dua hari agar kulit lengkap menutupi luka.
  3. Redeferensiasi sel-sel jaringan di sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent, untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.
  4. Pembentukan blastoma, yakni kuncup regenerasi pada permukaan bekas luka, scab yang ada mungkin sudah lepas waktu itu.
  5. Rediferensiasi sel-sel deferensiasi, serentak dengan poliferasi sel-sel blastoma itu.
        Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak yang memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami regenerasi bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator. Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang putus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Strorer, 1981).
    Tahap pertama dari perbaikan kerusakan ekor cicak adalah sel epidermis dari bagian luka menyebar diseluruh luka dan sesegera mungkin menutupi permukaan luka.  Selama beberapa hari penutupan luka dari sel epidermis ini menjadi tudung epidermis apikal.  Sel-sel yang banyak terkumpul di bawah epidermis.  Semua jaringan di bawah tudung mengadakan dediferensiasi dan regenerasi membentuk sel kerucut yang disebut blastema regenerasi atau tunas regenerasi.  Blastema tersebut tumbuh dengan cepat, di mana pada saat pertama berbentuk kerucut, tetapi kemudian pada akhirnya menjadi flattened dorsoventral.  Kemudian setelah periode proliferasi, sel blastema mengadakan dediferensiasi dan memperbaiki ekornya.  Bagian yang terpotong inilah yang disuplai darah dan dapat beregenerasi (Kalthoff, 1996).
       Tungkai depan Salamander yang dibuang, proses perbaikan pertama ialah penyembuhan luka dengan cara menumbuhkan kulit di atas luka tersebut.  Suatu tunas sel-sel yang belum terdiferensiasi terlihat. Tunas ini mempunyai rupa yang mirip dengan tunas anggota tubuh pada embrio yang sedang berkembang.  Pembelahan yang cepat dari sel-sel  “embrio” yang belum khusus dari tunas anggota tubuh mungkin berasal dari dediferensiasi sel-sel khusus demikian, sebagai sel-sel otot atau sel-sel tulang rawan.  Dediferensiasi berarti bahwa sel-sel ini kehilangan struktur diferensiasinya sebelum berperan dalam tugas regenerasi.  Waktu berlalu, sel-sel dari anggota tubuh yang sedang regenerasi diatur dan berdiferensiasi sekali lagi menjadi otot, tulang, dan jaringan lainnya yang menjadikan kaki fungsional (Kimball, 1983).
         Menurut Balinsky (1983), regenerasi cicak terjadi pada ekor.  Regenerasi ini termasuk anatomi.  Mekanisme anatomi diselesaikan dengan melukai bagian distal ekor atau memberikan tekanan yang menyebabkan hewan tidak nyaman  sehingga ekor terputus di bagian distal.  Regenerasi kemudian akan dilakukan cicak untuk membentuk ekor yang baru meskipun terdapat perbedaan antara ekor yang baru dibentuk dengan ekor yang semula.  Pembentukan struktur kolumna vertebrae pada ekor hasil regenerasi disederhanakan sehingga berbeda dari ekor yang normal.
         Pangkal ekor cicak terdapat Nerve Growth Factor (NGF) atau faktor pertumbuhan sel-sel syaraf yang berfungsi sebagai titik tumbuh ekor cicak. Ekor yang dipotong pada bagian yang dekat NGF maka pertumbuhannya akan lebih cepat dibandingkan yang menjauhi NGF. Tidak setiap pemotongan yang dilakukan pada daerah NGF akan menghasilkan pertumbuhan kembali. Faktor lingkungan yang terlalu dingin dapat menjadi salah satu penyebab tidak tumbuhnya ekor (Anonim, 2009).
       Menurut Anonim (2006), regenerasi ekor tidak disokong oleh deretan ruas tulang ekor yang tersusun dari jaringan tulang seperti halnya ekor asli, melainkan disokong oleh bangunan berbentuk tabung memanjang ke arah ujung ekor dan tersusun dari tulang rawan. Ekor yang mengalami regenerasi juga mengalami regenerasi medulla spinalis (sumsum tulang belakang), walaupun regenerasinya tidak sempurna karena hanya tersusun dari sel ependima, serabut saraf, tanpa ada sel saraf. Sel ependima merupakan sel khusus yang melapisi saluran dalam sumsum tulang belakang. Adanya serabut saraf pada sumsum tulang belakang yang mengalami regenerasi, menimbulkan pertanyaan apakah serabut saraf tersebut berasal dari sel saraf yang terletak pada otak ataukah sel saraf yang terletak pada sumsum tulang belakang ekor.
       Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada cicak dengan memotong setengah bagian ekornya dengan menggunakan gunting, setelah diamati selama kurang lebih empat minggu, ternyata bagian ekor yang telah dipotong mengalami perpertumbuhan, pada minggu pertama panjang ekor cicak bertambah 34 mm. Ekor yang putus tersebut tumbuh tetapi tidak sama seperti semula. Pengamatan pada minggu kedua pasca amputasi mengalami pertambahan 37 mm. Pengamatan pada minggu ketiga pasca amputasi yaitu mati, hal ini disebabkan kurangnya perlakuan pada cicak. Perbandingannya sangat berbeda dengan data pribadi karena pada data pribadi lebih cepat tumbuh, namun perutmbuhannya tidak sempurna yaitu mati pada minggu ketiga.

          Menurut Sudarwati (1990), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
  1. Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan meningkatkan regenerasi.
  2. Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan. Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
  3. System saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar luka . hal ini dapat dibuktikan dengan radisai seluruh bagian tubuh terkecuali bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam organ yang diregenerasi.
      Kecepatan regenerasi pada probandus dipengaruhi beberapa hal, seperti adaptasi terhadap lingkungan asing. Probandus yang teramati pada percobaan mengalami stress, mogok minum, dan selalu berusaha untuk meloloskan diri apabila tempat isolasi dibuka. Menurut Morgan (1982), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah temperatur, proses biologi dan faktor bahan makanan. Kenaikan dari temperatur, pada hal tertentu, mempercepat regenerasi. Regenerasi menjadi lebih cepat pada suhu 29,7 0C. Faktor bahan makanan tidak begitu mempengaruhi dalam proses regenerasi.
        Terjadinya regenerasi perlu kehadiran urat saraf. Saraf anggota dipotong waktu larva, lalu kemudian anggota itu diamputasi, tak ada regenerasi berlangsung. Dedifferensiasi terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorpsi masuk tubuh, dan akhirnya proses regenerasi berhenti. Saraf saja dipotong tapi anggota tetap, anggota itu tidak akan berdegenerasi. Saraf dipotong dan anggota diamputasi, tunggulnya akan berdegenerasi (Yatim, 1993).
            Menurut Yatim (1993), serat saraf tepi, kalau putus dapat juga berdegenerasi, asal perikaryon (soma neuron) tidak ikut rusak. Urat saraf potong, bagian ujung yang lepas dari perkaryon akan berdegenerasi dan debrisnya diphagocytosis makrofag. Bagian pangkal yang berhubungan dengan perikaryon tetap bertahan, dan akan beregenerasi. Terjadi proses sebagai berikut :
  1. Chromatolysis, yakni melarutnya badan Nissl.
  2. Perikaryon membesar.
  3. Inti berpindah ke tepi.
  4. Bagian ujung axon yang dekt luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi.
      Ujung axon yang putus, setelah semua hancur dan dibersihkan makrofag, sel Schwann berproliferi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal axon kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke bagian distal, sehingga mencapai alat effector (otot, kelenjar). Jarak antara proximal dengan distal yang putus jauh sekali dan batang sel-sel Schwann tak mencapai ujung bagian proximal itu, ujung proximal yang tumbuh tak sampai ke alat effector. Terbentuk gumpalan serabut saraf lepas di bawah kulit bekas luka atau amputasi, yang akan terasa nyeri sekali. Nampaklah, kehadiran batang sel-sel Schwann di bagian effector, perlu untuk mengarahkan atau jadi pedoman bagi axon untuk tumbuh. Neueron yang putus terlalu dekat ke perikaryon, tak ada reaksi sel-sel Schwann di bagian effector, dan perikaryon sendiri lama-lama akan mati. Neuroglia, termasuk sel Schwann, dapat beregenerasi dengan melakukan mitosis. Celah-celah bekas tempat neuron yang rusak dan hancur di saraf pusat (otak atau sumsum punggung), umpamanya karena penyakit atau rusak, akan diisi lagi oleh neuroglia, bukan oleh neuron baru.
      Praktikum regenerasi yang menggunakan cicak dan kecoa sebagai bahan praktikum, menghasilkan data pertumbuhan ekor cicak dan kaki kecoa yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena daya regenerasi yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda. Ekor cicak dan kaki kecoa yang terpotong akan sedikit demi sedikit dan melalui tahapan-tahapan yang telah disebutkan.
Pemutusan ekor sebagai suatu siasat cicak sebagai strategi perlindungan terhadap predator yang bergantung pada lingkungan, diri sendiri, dan karakter-karakter spesifik yang mempengaruhi kapan dan bagaimana seringnya menggunakan strategi ini dan sukses. Komponen syaraf pada perlakuan ini mungkin responnya dapat direfleksikan.

DAFTAR REFERENSI

Adnan, Halifah pagarra, Asmawati, 2007. Penuntun Praktikum Reproduksi dan Embriologi. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Amanda, R Clause and Elizabeth A. Capaldi. 2006. Caudal aututomy and Regeneration in Lizards. Pennsylvania. Journal of Experimental Zoology 305A:965-973.
Anonim. 2006. Ekor Kadal Lebih Pucat dari Warna Aslinya. Dikutip dari http://www.google .com. Diakses pada tanggal 10 November 2009.
Anonim, 2007. Regenerasi. http://www.Biologi.co.id. Diakses tanggal 10 November 2009.
Anonim, 2009. Bagaimana proses ekor cecak yang putus tumbuh kembali?. Dikutip dari http://www.Yahoo!ANSWERS. Diakses tanggal 11 November 2009.
Balinsky, B. I. 1983. An Introduction to Embriology. W. B. Saunders Company, Philadelpia
Kalthoff, Klaus. 1996. Analysis of Biological Development. Mc Graw-Hill Mc, New York
Kimball, J.W. 1983. Biologi Edisi ke- 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Morgan, W. 1982. Comparative Anatomy. John Willey and Sons Inc., New York.
Storer and Usinger. 1981. Elements of Zoology. Mc. Graw Hill Book Company Inc., New York.
Sudarwati, 1990. Struktur Hewan. Bandung : Jurusan Biologi FMIPA ITB.
Sugianto, 1996. Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar