JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH EKOLOGI
HEWAN
Mata Kuliah
|
Ekologi Hewan
|
|
Dosen Pembina
|
Husamah, S.Pd
|
|
Program Studi
|
Pendidikan Biologi
|
|
Nama Mahasiswa NIM
/ Kelas
|
Ahmad Najmul
Abidin
201110070311036 /
IV A
|
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013
SOAL TAKE HOME
1. Konsep waktu-suhu yang berlaku pada
hewan poikilotermik sangat berguna
aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan
serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh
ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di
Probolinggo Tahun 2010.
Jawaban
Menurut saya
konsep waktu suhu itu keduanya sangat berhubungan sekali. Suhu merupakan sebuah
indikator yang berpengaruh penting dalam faktor abiotik dan biotik yang dapat
dipengaruhi juga dengan penyinaran sinar matahari. Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari dalam
(metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi cuaca yang
sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas) hewan perlu menghemat energi
dengan cara hibernasi atau estivasi. Jika dikaitkan dengan organisme terutama
pada hewan Poikiloterm
suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan
berdarah dingin. Jadi Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya
enzim dan protein lain, dapat menguapkan cairan tubuh, dapat merusak vitamin,
dapat merusak sel, jaringan dan organ, dapat merusak permeabilitas membran, dan
merusak hormon. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah dapat membekukan
protoplasma, dapat menghambat kerja enzim, menghambat kerja hormon, dan
menghambat metabolisme. Maka dari itu saya dapat mengambil satu contoh hewan
poikiloterm yakni belalang. Suhu ambang
terjadi perkembangan sejenis belalang adalah 160C lama waktu yang
diperlukan untuk perkembangan telur hingga menetas 17,5 hari, maka jika pada
suhu 300C maka lama waktu untuk menetas hanya 5 hari.
Pada kasus ulat bulu didaerah probolinggo yang menyerang tanaman mangga,
suhu yang berada daerah tersebut memungkin kan hewan tersebut mampu hidup dan
beradaptasi. Karena suhu ambang pada hewan ulat bulu itu sama dengan belalang,
maka dari itu ulat bulu tersebut mampu hidup dan menyerang tanaman tersebut.
Tetapi pada dasarnya para petani sulit untuk melenyapkan ulat bulu tersebut
meskipun sudah dilakukan tindakan, seperti menyemprot hama dengan menggunakan
peptisida. Karena jumlah populasi hewan tersebut sangat banyak maka sulit
sekali untuk di berantas hama tersebut. Hal ini juga dapat disebabkan hilangnya
predator seperti burung, kelelawar dan sebagainya yang biasanya dapat membantu
para petani untuk memberantas ulat bulu tersebut. Jadi jika waktu dan suhu itu
berada pada suhu ambang, maka bisa terjadi populasi ulat bulu tersebut meledak,
karena ulat bulu mampu memperbanyak keturunannya pada suhu yang memungkinkan.
Literatur
pendukung ini untuk memperkuat jawaban saya.
Aplikasi konsep waktu-suhu lebih pada pengendalian hama secara mekanis
dan fisik. Kehadiran dari hama dilahan pertanian seperti kelembaban dan suhu
juga ikut mempengaruhi hadirnya suatu hama diareal pertanian tersebut. Seperti
yang telah diketahui bahwa setiap hama yang termasuk dalam hewan poikiloterm
memiliki laju perkembangan yang sejalan dengan suhu lingkungan, apabila suhu
lingkungan sesuai dengan suhu tubuhnya untuk berkembangbiak maka hama dari
hewan poikiloterm akan terus melakukan perkembangabiakan. Contoh aplikasi
konsep waktu-suhu dalam penegndalian hama pada serangga adalah salah satu hewan
poikiloterm. Dapat diketahui serangga yang memiliki suhu untuk hidup 160C
yaitu Myzus persicae Sulz akan
diperlukan dengan teknik pengendalian hama secara mekanis dan fisik, dimana
akan diubah lingkungannya dengan suhu diatas ambang hewan tersebut. Populasi
pertumbuhan Myzus persicae Sulz dalam
waktu 15 hari tampak meningkat dengan cepat pada kisaran suhu 15,40C
– 33,70C, pertumbuhan populasi menjadi tertekan lebih rendah.
Selanjutnya jika berada pada batas luar ambang yakni kisaran suhu tinggi 14,30C
– 31,70C dengan rata-rata 300C pertumbuhan dengan
populasi menjadi sangat tertekan (Suniarhti, 2005).
Suniarhti, Nenet, dkk. 2005. (online) http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads
ilmu_hama_tumbuhan.pdf. Diakses 18
April 2013
2. Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan,
intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam
kaitannya dengan penetapan hewan langka!
Jawaban
Harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu satwa langka
kebanggaan yang hanya hidup di Pulau Sumatera. Jenis satwa yang menempati
puncak piramida dalam ekosistem hutan Sumatera ini keberadaannya telah
dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan dikatagorikan oleh IUCN (lembaga
konservasi internasional) sebagai satwa yang mendekati kepunahan. Sementara itu
CITES (konvensi tentang perdagangan satwa dan tumbuhan terancam punah) telah
melarang perdagangan dan perburuan satwa ini (Anonymous, 2013).
Saat
ini populasi atau kelimpahan harimau sumatera di alam diperkirakan hanya
tinggal sekitar 300 individu yang tersebar di beberapa kawasan hutan yang
terfragmentasi karena berbagai sebab terutama penebangan dan konversi hutan.
Selain itu Populasi Harimau Sumatera di alam kian menurun diakibatkan kondisi
habitat yang terus terganggu. Hutan primer dan sekunder merupakan habitat
harimau, keberadaan kedua jenis hutan tersebut sulit ditemukan saat ini. Data
terakhir jumlah populasi Harimau Sumatera di alam berkisar antara 400 sampai
dengan 500 ekor saja yang habitatnya mulai dari Aceh sampai dengan Lampung.
Oleh sebab itu hewan ini termasuk hewan langka yang ada di Indonesia khususnya
di pulau sumatera.
Salah
satu pendekatan konservasi dalam penanganan harimau supaya tidak punah adalah
membangun areal rehabilitasi harimau sumatera di habitat alam yang dikelola
secara insentif sehingga satwa tersebut dapat berkembang biak secara semi
alamiah. Sistem pengelolaan ini disebut dengan “Sumatran Tiger Centre” atau
Pusat Perlindungan Harimau penyebab konflik. Tiger Centre ini bermanfaat
sebagai koridor buatan yang menghubungkan populasi-populasi yang terfragmentasi
sehingga terjadi komunikasi diantara populasi, juga sebagai tempat untuk
merehabilitasi harimau penyebab konflik dengan manusia.
Dispersi (Dispersion) merupakan pola penjarakan antar individu
dalam perbatasan populasi. Pola dispersi meliputi menggerombol yaitu
individu-individu hidup mengelompok dalam topok, seragam atau uniform berjarak
sama diakibatkan dari interaksi langsung antara individu-individu dalam
populasi, acak (random) yaitu penjarakan yang tidak bisa diprediksi, posisi
setiap individu tidak bergantung pada individu lain.
Kelimpahan
populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek
intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya
kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan
jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang
lebih luas (masalah sebaran).
Suatu
spesies hewan yang prevalensinya tinggi (prevalen) dapat lebih sering dijumpai.
Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas
(terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu.
Spesies
hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut:
prevalensi tinggi (prevalen) dan intensitasnya tinggi
prevalensi tinggi (prevalen) tetapi intensitasnya rendah
prevalensi rendah (terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
prevalensi rendah (terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.
prevalensi tinggi (prevalen) dan intensitasnya tinggi
prevalensi tinggi (prevalen) tetapi intensitasnya rendah
prevalensi rendah (terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
prevalensi rendah (terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.
Harimau
sumatera bersifat endemik dan merupakan spesies langka yang terancam kepunahan.
Jadi bisa dikatakan hewan ini prevalensinya tinggi. Kategorisasi status spesies
dengan memperhitungkan dua aspek tersebut sangat penting terutama dalam
menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk melakukan upaya-upaya
kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah.
Spesies
yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies
langka, pernyataan ini masuk dalam kategori pada harimau sumatera Adakalanya
spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan
dalam kategori tersebut.
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat banyak. Namun,
faktor-faktor tersebut mengkin saja tidak sama antara spesies di suatu tempat
tertentu dengan spesies di tempat lain. Kelangkaan suatu spesies dapat
diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut: Area yang dihuni spesies
menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas
biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk
lingkungan tersebut. Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan
kepunahan lokal dari spesies tersebut.
Anonymous,
2011. (online) http://nenkiuedubio.blogspot.com/2011/05/populasi-hewan.html.
Diakses 18 April 2013
Fekunditas secara umum berarti kemampuan
untuk bereproduksi.
Dalam biologi,
fekunditas adalah laju reproduksi aktual
suatu organisme atau
populasi yang
diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun
propagula aseksual. Dalam bidang demografi,
fekunditas adalah kapasitas reproduksi potensial
suatu individu ataupun populasi.
Fekunditas berada di bawah kontrol genetik
maupun lingkungan dan merupakan ukuran utama kebugaran biologi suatu spesies.
Mamalia
biasanya memiliki musim kawin atau waktu tertentu untuk bereproduksi. Musim
kawin dapat dipengaruhi oleh lingkungan, makanan, curah hujan dan suhu
(Bronson, 1998). Musim kawin dapat berpengaruh terhadap fekunditas dan litter
size pada seekor hewan. Fekunditas adalah kemungkinan kelahiran hidup
dalam satu siklus, sedangkan litter size adalah jumlah anakan yang lahir
dalam sekali kelahiran. Melihat pentingnya mengetahui musim kawin terutama bagi
penangkaran, maka dilakukan kajian untuk mengetahui musim kawin harimau
Sumatera yang ada di Lembaga Konservasi Indonesia.
Kelulus hidupan
pada harimau sumatera sangat bisa terjadi, asalkan pelestarian pada spesies ini
sangat diperluas. Konservasi pada hewan ini sangat mendukung untuk kelangsungan
hidup pada hewan langka, karena dengan
melakukan perluasan habitat harimau sumatera yang berada diluar kawasan
konservasi kelulus hidupan spesies ini akan semakin banyak dan laus. Selian itu
kita juga perlu memonitoring hewan ini dalam jangka yang panjang.
3. Jelaskan aplikasi konsep interaksi
populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian
biologis. Berikan contohnya!
Jawaban
Interaksi
populasi secara parasitisme merupakan interaksi pada organisme atau individu
yang merugikan, sebab interaksi ini terjadi contoh pada hewan cacing parasit. Cacing
parasit pada umumnya mendapatkan keuntungan dari hospesnya sedangkan hospes
tersbut merasa dirugikan. Taenia saginata merupakan cacing yang berada pada
usus sapi bahkan manusia. Sebab pada akhirnya cacing ini mampu menyambung
hidupnya dengan inang perantaranya seperti bekicot, tumbuhan air. sudah jelas
bahwa disini terjadi interaksi pada cacing tersebut untuk berlangsung hidupnya
dengan merusak bagian tubuh hospes perantaranya. Tetapi keseimbangan
antara hospes dan parasit akan terganggu jika hospes tersebut menghasilkan
antibody atau bahan lain yang dapat mengganggu pertumbuhan parasit terganggu
jika hospes tersebut menghasilkan antibody atau bahan lain yang dapat
mengganggu pertumbuhan parasit Jadi intinya interaksi yang sangat
merugikan karena populasi pada cacing ini lama kelamaan akan banyak sesuai
dengan daur hidupnya. Pengendalian dengan cara perwatan dan memberikan
sistem imun terhadap sapi yang terkena cacing parasit tersebut. Supaya tetap
terjaga kesehatanya dan tidak mudah terinfeksi walaupun didalamnya terdapat
spesies cacing tersebut.
Tidak jauh
dengan interaksi parasitisme, interaksi pupulasi secara parasitoidisme
merupakan sekelompok insect yang dikelompokkan dengan dasar
perilaku bertelur betina dewasa dan pola perkembangan larva selanjutnya.
Pada awalnya hanya sedikit kerusakan yang tampak ditimbulkan terhadap inangnya,
tetapi akhirnya hampir dapat mengkonsumsi seluruh inangnya dan dengan demikian
makan dapat membunuh inang tersebut sebelum atau sesudah stadium kepompong
(pupa). Jadi pada dasarnya interaksi ini tidak hanya mematikan inangya tetapi
ada keterkaitan kedekatan antara individu tersebut dengan inangnya. Tetapi hal
yang lain juga bisa terjadi karena jika pada akhirnya populasi itu meningkat
maka kerugian bisa terjadi.
4. Nilai sikap dan
karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam
ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!
Jawaban
Nilai sikap itu sendiri merupakan sesuatu yang
memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang
dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai
dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh
individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya.
Jadi nilai sikap
dan karakter yang harus ditumbuhkan adalah mengaplikasikan konsep ekologi hewan
dalam suatu kehidupan dengan cara mempelajari bagaimana suatu masalah tersebut
dapat diselesaikan dengan konsep atau cara dalam sudut pandang ekologi, selain
itu rasa ingin tahu dan kerja keras sangat berpengaruh dalam memecahkan suatu
masalah. Sebagai contoh yakni kita dapat mengaplikasikannya melalui metode
pembelajaran praktikum. Metode pembelajaran ini membuat siswa akan lebih aktif
dalam belajar yang berkaitan dengan konsep ekologi hewan.
Dalam arti lain
pembelajaran ini sangat identik dengan kontruktivisme. Dengan adanya suatu
masalah atau kasus yang tidak bisa dipecahkan dalam belajar ekologi hewan,
disini siswa diharapkan berfikir lebih kreatif dalam mencermati sebuah
persoalan tersebut. Ketika sudah paham dengan masalah itu maka siswa ini mampu
mengetahui cara untuk menyelesaikannya.
Selain itu kita
dapat mengetahui populasi serangga yang berada di kampus kita sendiri yaitu di
Arboretum. Metode yang dipakai adalah fall trap, dengan metode ini siswa akan
banyak tahu tentang keanekaragaman jenis serangga dan jumlah populasi yang ada.
Dengan adanya pengalaman yang kita dapatkan maka sangat pentinglah diterapkan
sesuai dengan materi yang kita ajarkan dengan siswa sesuai dengan tujuannya
juga.
5. Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator
hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis,
prinsip dan praktik pemanfaatannya!
Jawaban
Jenis
monitoringnya yaitu mengindikasikan adanya polutan di
lingkungan baik kuantitas maupun kualitasnya. Jenis Monitoring bersifat sensitif dan
rentan terhadap berbagai polutan, sehingga sangat cocok untuk menunjukan
kondisi yang akut dan kronis.
Ciri dari Harimau Sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci
dari kepala hingga ke ekor dengan berat 300 pound. Betinanya rata-rata memiliki
panjang 78 inci dan berat 200 pound. Belang harimau sumatra lebih tipis
daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak
janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya
yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela
jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui
menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat
berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Jenis hewan
harimau sumatera ini adalah hewan yang tergolong
dalam filum kordata (mempunyai
saraf tulang belakang), sub-filum vertebrata
(bertulang belakang), kelas mamalia
(berdarah panas, berbulu dengan kelenjar susu), pemakan daging (karnivora),
keluarga felidae (kucing), genus
panthera, dan tergolong dalam spesies tigris. Harimau
Sumatera, seperti halnya dengan jenis-jenis harimau lainnya, adalah jenis satwa
yang mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya di alam
bebas.
Prinsip dan
praktek pemanfaatannya yaitu mengaju pada pemberian nama serta takson pada
hewan tersebut kemudian mengenal jenis spesies yang lainnya yang termasuk
family hewan tersebut. Jadi dengan mengetahui mulai dari cirri, jenis, bahkan
prinsip dan praktiknya, maka pemafaatan indikator monitoring dalam lingkungan
sangatlah mudah, kita dapat memonitoring populasi harimau dan habitatnya Jangka panjang
dengan program konservasi harimau sumatera melaksanakan
pemotretan dengan menggunakan Camera Infra merah. Camera
Inframerah dipasang ditempat-tempat lintasan harimau yang beroperasi selama 24
jam dalam jangka waktu tertentu. Secara otomatis camera akan memotret dan
mencatat waktu setiap individu yang melewati lensa camera. Dengan demikian
camera tidak saja akan memotret satwa harimau tetapi juga dan satwa mangsa
harimau. Dengan menggunakan camera inframerah dalam jumlah yang cukup dan waktu
yang lama, akan diperoleh data populasi dan penyebaran harimau sumatera dengan
akurasi yang tinggi.
6. Apakah manfaat pengetahuan tentang relung
bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan
kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh
sama)!
Jawaban
Habitat, yaitu
tempat dimana suatu makhluk hidup biasa diketemukan. Semua makhluk hidup
mempunyai tempat hidup yang biasa disebut habitat. Untuk menemukan suatu
organisme tertentu, perlu diketahui dulu tempat hidupnya (habitat), sehingga ke
habitat itulah pergi mencari atau berjumpa dengan organisme tersebut. Semua
organisme atau makhluk hidup mempunyai habitat atau tempat hidup. Contohnya pada
harimau sumatera.
Harimau
Sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup di
manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di
banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar
alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang
ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang
dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau Sumatera mengalami
ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran
rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk
lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas
pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan
berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan
manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki
daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.
Aktivitas konservasinya hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa
400-500 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masih
bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat sedikitnya 250 ekor Harimau
Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang di seluruh penjuru dunia. Pengrusakan
habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi harimau sumatera saat ini.
Pembalakan hutan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998
hingga 2000. Dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman
Safari Indonesia ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat
Penangkaran Harimau Sumatera, studbook keeper dan tempat penyimpanan
sperma (Genome Rescue Bank) untuk harimau Sumatera.
Upaya
konservasi yang dilaksanakan oleh Program Konservasi Harimau sumatera di
antaranya adalah:
- Melakukan studi bioekologi harimau sumatera.
- Melakukan perluasan habitat harimau sumatera yang berada diluar kawasan konservasi sebagai kawasan yang dilindungi untuk konservasi harimau sumatera.
- Meningkatkan kegiatan perlindungan harimau sumatera dan habitatnya.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan konservasi alam dan meningkatkan kwalitas penegakan hukum dibidang ”Wildlife Crime”
- Meningkatkan kwalitas penanganan konflik antara harimau dengan masyarakat yang dapat menjamin kelesatrian harimau sumatera.
- Monitoring populasi harimau sumatera dihabitat alaminya dalam jangka panjang.
- Meningkatan kwalitas sumber daya manusia dan kerjasama pengelolaan antara seluruh institusi yang berkepentingan terhadap kelestarian harimau sumatera.
- Mengembangan Strategi Konservasi Harimau Sumatera di Masa Depan
Anonymous, 2005. (online) http://harimau-sumatera.blogspot.com/2005/12/konservasi-harimau-sumatera-secara.html
Diakses 18 April 2013